Tempuhlah perjalanan 51,3 km dari Kota Putussibau mengarah ke Desa Benua Tengah, Dusun Banua Tanga’ Hilir, di tepi anak Sungai Apalin. Bahkan dari kejauhan, tampak sudah bangunan rumah betang tertua dan terpanjang di Kapuas Hulu dengan atap masih menggunakan sirap. Ia dikenal dengan nama Sao Langke Dai Bolong Pambean.
Sao Langke Dai Bolong Pambean ini dibangun oleh Kakek (Bakik) Layo pada abad 18. Sao Langke ini dibangun dengan bentuk arsitektur klasik rumah betang; memanjang hingga 137 meter dan memiliki pondasi setinggi 10 meter yang terbuat dari tiang-tiang pondasi kayu ulin (belian) yang kuat berdiameter 70-80 cm. Rumah betang dirancang tinggi di atas tanah dengan tujuan melindungi diri dari serangan musuh atau hewan liar.
Hingga hari ini, Sao Langke Dai Bolong Pambean telah berusia 160 tahun dan mengalami dua kali renovasi pada 1940 dan 2005. Setelah renovasi, bentuk bangunan rumah betang masih asli, tetapi mengalami sedikit perubahan dari 30 menjadi 42 bilik dan ketinggian menjadi 5 meter. Kini, ada sekitar 90 jiwa dari 29 Kepala Keluarga (KK) dari masyarakat adat Dayak Tamambaloh Apalin yang menghuni rumah betang.
Secara mendetail, Sao Langke ini terdiri dari bagian halaman rumah, tempat masyarakat menjemur beras. Setelah itu, ada bagian tuntung panto (saung), bangunan serupa gazebo di depan rumah betang yang menjadi tempat masyarakat menyambut tamu. Dari tuntung panto, kita mengarah ke tangga dari kayu ulin menuju tanga sao, sebuah area komunal tempat masyarakat berkumpul, beraktivitas, sampai menggelar upacara adat.
Dari tanga sao, baru kelihatan jajaran bilik, sebuah ruang privat untuk keluarga. Tiap keluarga di Sao Langke Dai Bolong Pambean sebagian besar menyimpan barang pusaka, mulai dari manik sampai barang tembaga tua, seperti patalang manik berusia ratusan tahun, guci dari kasta bangsawan (samagat), atau alat musik tua dari tembaga, seperti gong beragam ukuran.
Mereka menyimpan barang pusaka tersebut di dalam bilik masing-masing. Barang pusaka ini saking pentingnya, disebut dalam peraturan adat. Bahwa, siapa pun yang mencuri atau merusak barang pusaka atau benda kuno ini akan dikenai sanksi adat yang berat. Barang pusaka ini biasa diwariskan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya.
Banyak Orang Apalin yang kini keluar dari rumah betang dan pindah ke rumah pisah, meninggalkan bilik-bilik mereka di Sao Langke Dai Bolong Pambean menjadi tak berpenghuni. Meski banyak terjadi perubahan di rumah betang, harapannya di masa depan bangunan bersejarah ini tetap bisa lestari.





