Mari kita berkunjung ke Kapuas Hulu, melihat kearifan lokal masyarakat adat Dayak Tamambaloh yang disebut sabung patana. Ialah sebuah cara tradisional untuk mengetahui kebenaran melalui adu ayam. Mungkin terdengar aneh, karena biasanya adu ayam hanya jadi hiburan atau agenda berjudi. Namun, masyarakat adat Dayak Tamambaloh percaya sabung patana bisa jadi petunjuk kebenaran ketika manusia sudah tidak bisa membuktikan kebenaran tersebut.
Seperti yang dijelaskan oleh Pius Onyang ST (85), sabung patana merupakan proses penyelesaian konflik dengan cara tradisional apabila konflik tersebut tidak dapat diselesaikan secara hukum adat maupun hukum negara karena ketiadaan bukti. Misalnya, kasus saling tuduh mencuri tanpa ada saksi, atau sengketa tanah warisan yang tidak ada surat wasiatnya. Ketika manusia tidak mampu membuktikan kebenaran, orang Dayak Tamambaloh percaya roh-roh baik dan sampulo’ padari akan membantu menunjukkan kebenaran melalui menangnya ayam jago yang disabung.
Sebelum misionaris Belanda masuk komunitas Dayak Tamambaloh pada abad ke-19, masyarakat adat Dayak Tamambaloh menganut kepercayaan tradisional dan memandang bahwa alam dihuni oleh roh-roh, sehingga melahirkan aturan, nilai-nilai, dan moralitas. Kehadiran kepercayaan modern membuat beberapa nilai bergeser, sebagian lainnya bertahan. Satu di antara yang bertahan adalah proses pencarian kebenaran dengan sabung patana. Penyelesaian dengan tahap sabung patana dilakukan ketika penyelesaian tahap panakara tidak menemukan solusi.
Ketika sabung patana dilakukan, temanggung dan pengurus adat bertugas sebagai mediator. Penentu kebenaran adalah hasil sabung patana itu sendiri. Sabung dimulai saat seseorang yang dipercaya sebagai pemanggil roh atau yang disebut pangalongang memanggil roh-roh leluhur yang dianggap adil dan berani untuk hadir. Sebelumnya, masing-masing pihak yang bersengketa membawa perlengkapan adu ayam. Jika adu ayam biasa hanya perlu membawa ayam beserta tajinya, saat sabung patana, ada proses yang dijalani dan syarat yang harus dilengkapi.
Pihak yang berlawanan harus menyediakan dolang berisi barang-barang untuk pangalongang. Dolang ini berisi ikat tangan yang disebut panjarati, pulut delapan potong, satu buah kalame, dan satu kepal nasi. Semua persyaratan ini harus dibawa oleh orang yang sudah ditunjuk sebelumnya; bisa keluarga atau orang kepercayaan masing-masing pihak.
Sabung patana merupakan ritual adat yang dilakukan di lapangan terbuka dan bisa dihadiri oleh siapa saja. Waktu pelaksanaan paling cepat sekitar pukul 09.00 atau 10.00. Sebelum matahari terbenam harus sudah dilaksanakan. Aturannya cukup sederhana: ayam siapa yang lari dari arena dan melewati garis yang dibuat maka dinyatakan kalah. Meski ayam aduan mati jika dia tidak keluar dari arena, sementara ayam satunya masih bernyawa tetapi lari meninggalkan arena, maka ayam yang keluar tetap dinyatakan kalah.
Tidak ada aturan harus menggunakan ayam adu seperti apa, karena orang Dayak Tamambaloh percaya bahwa kebenaran akan terungkap meski ayam yang digunakan tidak memenuhi klasifikasi ayam yang lazim diadu. Ketika pangalongang membaca mantra, saat itulah sabung menjadi sidang roh. Apa pun hasilnya, itulah kebenaran yang dipercaya. Hingga saat ini, sabung patana masih diyakini menjadi cara untuk mencari kebenaran, tetapi tak banyak yang sungguh-sungguh melakukannya.
Sering kali, orang-orang memikirkan untuk melakukan sabung patana saat terjadi sengketa tanah, dan di masa ini, tanah adalah sumber daya yang kerap menjadi rebutan. Mungkin selama sengketa ada, selama itulah sabung patana akan hadir sebagai sebuah pilihan untuk membuktikan kebenaran. Seperti kata seorang penyair, kebenaran akan terus hidup meski kau lenyapkan. Begitulah masyarakat adat Dayak Tamambaloh memaknainya, meski harus mencarinya lewat sidang roh.